PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR RHODAMIN B
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kandungan kadar rhodamin B yang terdapat pada beberapa bahan makanan dan mengetahui prinsip metode penetapan kadar rhodamin B dengan metode spektrofotometer Uv-visibel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Rhodamin pada penggunaan dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat rhodamin B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Rhodamin B pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari (Hamdani, 2013).
.
(Hamdani, 2013).
Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah–merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Laboratorium yang mempunyai zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 1650C. Analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam rhodamin B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen. Terkontaminasinya dalam Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan (Hamdani, 2013).
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Alat fotometer filter, pada sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Fotometer filter yang tidak mungkin diperoleh panjang gelombang dengan benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Spektrofotometer dengan panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar,1990).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam dan kebanyakan menggunakan zat warna sintetik. Peraturan yang adanya telah ditetapkan, diharapkan keselamatan konsumen dapat terjamin, akan tetapi tidak demikian. Hal tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan tambahan makanan, termasuk zat warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-bahan itu mudah diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga murah, oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan, dapat terjadi karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih menarik, atau, hal itu bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi ternyata mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan (Azizahwati, 2007).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi Labu ukur 100 mL, Labu ukur 10 mL, pipet volume, pipet tetes, batang pengaduk, gelas ukur 100 mL, gelas beaker, Hot Plate, kuvet, neraca analitik dan spektrofotometri Uv-Vis.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi sampel 1,25 gram (gulali merah, cenil, mie merah, kerupuk merah), Air 10 mL, ammonia 10% sebanyak 10 mL, asam asetat 10% sebanyak 5 mL, benang wol 15 cm, Etanol 70%, kertas saring whatman No. 1, larutan ammonia 2%, larutan baku sampel 10 gram dengan konsentrasi 20 ppm, larutan baku 1; 2; 3; 4; 5 ppm dan larutan HCL 0,1 N sebanyak 20 mL.
IV. PROSUDER KERJA
4.1 Pembuatan Larutan Baku Rhodamin B
1. Larutan baku rhodamin B dibuat dengan konsentrasi 20 ppm.
2. Larutan baku HCL 0,1 N ditambahkan dan dibuat dengan konsentrasi masing-masing 1; 2; 3; 4; 5 ppm.
4.1 Pembuatan Kurva Baku Dari Larutan Baku Rhodamin B
1. Larutan dimasukan masing-masing kedalam kuvet dan diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
2. Kadar rhodamin B dihitung dalam sampel dengan menggunakan kalibrasi pada persamaan y = bx ± a.
4.3 Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Sampel
1. Sampel ditimbang sebanyak 1,25 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Larutan ammonia 2% sebanyak 10 mL dicampur dengan etanol 70% 10 mL dengan perbandingan (2:1) digunakan untuk merendam sampel selama 1 jam.
3. Filtratnya disaring menggunakan kertas saring whatman No.1.
4. Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia.
5. Residu dilarutkan dalam larutan asam yaitu air sebanyak 10 mL dan 5 mL asam asetat 10% dimasukkan kedalam larutan.
6. Benang wol 15 cm dimasukkan kedalam larutan asam.
7. Larutan didihkan hingga 10 menit, maka pewarna akan mewarnai benang wol.
8. Benang wol diangkat yang direndam tadi.
9. Benang wol dimasukkan kedalam larutan basa ammonia 10% sebanyak 10 mL ditambah etanol 70% dan didihkan, maka benang wol akan melepaskan warna dan pewarna akan masuk kedalam larutan basa.
10. Larutan dimasukan kedalam masing-masing larutan sampel pada kuvet.
11. Sampel diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
12. Kadar rhodamin B dihitung dalam sampel menggunakan kalibrasi dengan persamaan regresi y = bx ± a.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Tabel 1. Hubungan antara konsentrasi larutan baku dengan absorbansi
No. | Konsentrasi Larutan Baku | Absorbansi (A) |
1. | 1 ppm | 0,022 |
2 | 2 ppm | 0,475 |
3 | 3 ppm | 0,859 |
4 | 4 ppm | 1,453 |
5 | 5 ppm | 1,857 |
Tabel 2. Absorbansi dari masing-masing sampel
No | Nama Sampel | Absorbansi (A) |
1. | Cenil | 0,077 |
2. | Gulali | -0,1 |
3. | Mie merah | -0,1 |
4. | Kerupuk | -0,1 |
Kurva kalibrasi larutan baku rhodamin
Keterangan :
b= 0,464
a= - 0,461
r2= 0,995
Regresi : Y = bx + a
Y= 0,464x – 0,461
Perhitungan
1. Konsentrasi Cenil
A = 0,077
0,077 = 0,464x – 0,461
0,077+ 0,461 = 0,464 x
2. Konsentrasi Gulali
A = -0,1
-0,1 = 0,464x – 0,461
-0,1 + 0,461 = 0,464 x
3. Konsentrasi Mie Merah
A = -0,1
-0,1 = 0,464x – 0,461
-0,1 + 0,461 = 0,464 x
4. Konsentrasi Kerupuk
A = -0,1
-0,1 = 0,464x – 0,461
-0,1 + 0,461 = 0,464 x
5.2 Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menetapkan kandungan kadar Rhodamin B yang terdapat pada beberapa bahan makanan dan untuk mengetahui prinsip metode penetapan kadar Rhodamin B dengan Spektrofotometer Uv-visibel. Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Sifat berbahaya dari Rhodamin B diantaranya seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit. Senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Struktur Rhodamin yang kita ketahui mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia.
Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut. Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis mengacu pada hukum Lambert-Beer yaitu apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Sampel yang berbeda memiliki nilai absorbansi yang berbeda-beda, disebabkan oleh suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan (komponen kimia) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna tertentu terhadap bahan, sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan mempunyai panjang gelombang tertentu, beberapa atom hanya dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang sesuai dengan unsur atom tersebut, sehingga memiliki sifat yang spesifik bagi suatu unsur atom. Hasil yang didapat pada praktikum ini yaitu sampel cenil setelah diananalis kadar rhodamin B, konsentrasi yang didapatkan dengan spektrofotometri Uv-Vis adalah
Indonesia, di dalam ruang lingkupnya zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal 10. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan\ Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/ V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Azizahwati, 2007).
Bahan yang digunakan mempunyai fungsi, diantaranya Larutan baku rhodamin B dan larutan HCL ,1 N dan dibuat dengan konsentrasi masing-masing 1; 2; 3; 4; 5 ppm, berfungsi untuk larutan standar untuk perbandingan absorbansi. Sampel cenil, gulali, kerupuk, mie merah, masing-masing sebanyak 1,25 gram untuk dianalisis kadar rhodamin B yang terdapat dalam makanan itu. Larutan ammonia 2% sebanyak 10 mL dicampur dengan etanol 70% 10 mL dengan perbandingan (2:1) digunakan untuk merendam sampel dan akan menarik zat warna dari sampel. Kertas saring whatman No.1, untuk menyaring filtratnya. Air sebanyak 10 mL dan 5 mL asam asetat 10% sebagai larutan asam yang digunakan untuk mengasamkan larutan. Benang wol 15 cm yang dimasukkan kedalam larutan asam serta didihkan hingga 10 menit agar benang wol dapat menyerap zat warna pada larutan sampel. Benang wol setelah diasamkan, maka dibasakan dengan larutan basa ammonia 10% sebanyak 10 mL ditambah etanol 70% dan didihkan, makan benang wol akan melepaskan zat warna yang telah diserapnya.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat pada praktikum ini adalah :
1. Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis mengacu pada hukum Lambert-Beer yaitu apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.
2. Konsentrasi yang diperoleh dari hasil analisis sampel cenil
DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati., Maryati & K. Heidi H. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan Yang Beredar Di Pasaran. Jurnal Majalah Ilmu Kefarmasian Vol 2 (1) : 7-25 ISSN : 1693-9883.
Hamdani, M. 2013. Zat Tambahan Pada Makanan. Jakarta : UI Press
Khopkar, S. M.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar