Ads block

Banner 728x90px

EFEK FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA


 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba.

    1. Dasar Teori

Setiap makhluk hidup sangat tergantung kepada keadaan sekitarnya, terlebih-lebih mikroorganisme.  Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi.  Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrien yang sesuai untuk kultivasinya, juga perlu disediakan kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum (Dwidjoseputro, 2003).Pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang larut dalam air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi, adalah bahan makanan. Tuntutan berbagai mikroorganisme yang menyangkut susunan larutan makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbeda-beda. Oleh sebab itu, banyak resep untuk membuat media biak untuk mikroorganisme. Pada dasarnya sesuatu larutan biak sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Di dalamnya harus tersedia semua unsur yang ikut serta pada pembentukan bahan sel dalam bentuk berbagai senyawa yang dapat diolah (Schlegel, 1996). 

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi.  Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrien yang sesuai untuk kultivasinya, juga perlu disediakan kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum (Lim, 1998).Aktivitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor biotik dan abiotik. Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Faktor-faktor lingkungan dapat dibagi atas faktor biotik dan abiotik. Bakteri dapat mempengaruhi pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Faktor kimia, misalnya ada senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. (Dwidjoseputro, 2003).Dalam populasi yang besar selalu terdapat kuman yang resisten terhadap streptomisin. Resisten ini mungkin disebabkan oleh mutasi yang terjadi secara kebetulan. Kemungkinan terjadi resistensi in vitro dan in vivo sama besar. Secara umum dikatakan bahwa makin lama terapi dengan streptomisin berlangsung, makin cepat resistensinya (Murray, 1999).  

Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika. Mekanisme tersebut antara lain adalah:

  1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak daya kerja obat, contoh: Staphilococcus resisten terhadap penisilin disebabkan Staphilococcus memproduksi enzim beta laktamase yang memecahkan cincin beta laktam dari penisilin, sehingga penisilin tidak lagi aktif bekerja. Enzim lain yang juga dapat memecah obat adalah adenilase fosforilase dan asetilase. 

  2. Terjadi perubahan permeabilitas bakteri terhadap obat-obat tertentu, contoh: beberapa bakteri tertentu memiliki barier khusus terhadap segolongan obat, misalnya Streptococcus memiliki barier alami terhadap obat golongan aminoglikosida.

  3. Terjadinya perubahan pada tempat atau lokus tertentu di dalam sel mikroorganisme tertentu yang menjadi target dari obat. Contoh: obat golongan aminoglokosida memecah atau membunuh bakteri karena obat ini merusak system ribosom sub unit 30S. 

  4. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target obat, contoh: bakteri yang resistenterhadap obat golongan sulfonamide.

  5. Terjadi perubahan enzimatik, sehingga bakteri meskipun masih dapat hidup dengan baik, tetapi kurang sensitif terhadap antibiotic. Contoh: kuman yang sensitive terhadap sulfonamide, mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap sulfonamide dibandingkan dengan PABA sehingga kuman akan mati (Volk & Wheeler, 1993).

Pertumbuhan bakteri selain memerlukan nutrisi, juga memerlukan pH yang tepat. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada kondisi yang terlalu basa, kecuali Vibrio cholerae yang dapat hidup pada pH lebih dari 8. Suhu juga merupakan variabel yang perlu dikendalikan. Kelompok terbesar yaitu mesofil, suhu optimum untuk pertumbuhannya 20-40oC (Volk& Wheeler, 1993). pH merupakan faktor sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam pembuatan medium sehingga kondisi pH terlalu basa atau terlalu asam tidak cocok untuk dijadikan medium mikroba karena mikroba tidak dapat hidup pada kondisi tersebut. Medium didiamkan atau disimpan selama 2 x 24 jam untuk menyakinkan bahwa medium masih steril, karena selain pH sebagai penentu tumbuhnya mikroba, alat dan medium yang steril juga menentukan. Nilai pH medium juga sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh.  Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit (Dwidjoseputro, 2003).

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan dalam industri fam1asi, terutama dalam sediaan kosmetik. Hal ini didasarkan pada faleta bahwa khasiat lidah buaya sebagai bahan baku kosmetik disebabkan karena adanya bahan aktif yang mempunyai khasiat farmakologis. Kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalamnya, an tara lain asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon dan senyawa lainnya seperti saponin, antrakuinon, kuinon, lignin dan golongan enzim yaitu enzim sellulase, amilase, protein dan biogenik simulator (Marwati & Hermani 2006). Dari senyawa­ sennyawa, dan juga mempunyai fungsi yang cukup beragam antara lain sebagai antibiotik, anliseplik. antib'lkteri, antivirus, anti jamur, anti infeksi, anti peradangan dan anti pembengkakan. Secara spesifil\., dalam khasiatnya sebagai sediaan kosmetik, dan saponin. berkhasiat sebagai antiseptik, antrakuinon dan kuinon berkhasiat sebagai antibiotik dan merangsang pertumbuhan sel baru, lignin berkhasiat sebagai pelembab, aloin untuk merangsang pertumbuhan rarnbut, dan enzim sellulase, amilase, protein dan biogenic simulator sebagai zat aktif membantu metabolisme dan merangsang pertumbuhan dan regenerasi sel kulit. Dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku kosmetik, lidah buaya diformulasikan untuk pengobatan dan perawatan kulit (kulit yang terbakar, iritasi, jerawat, melembabkan kulit, pelindung kulit dari sinar matahari) dan perawatan rambut (anti ketombe, melembabkan rambut, merangsang pertumbuhan rambut). Bentuk produk kosmetik dan personal care yang dikembangkan dari lidah buaya antara lain shampo, tonik, sabun, krim, pasta gigi. (Hendrawatil et al, 2006)

BAB II

METODE PRAKTIKUM

  1. Waktu dan Tempat

Praktikum kali ini di lakukan pada tanggal 18 Maret  sampai tanggal 20 Maret 2013pukul 09.00-12.00 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambug Mangkurat Banjarbaru.

    1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, sil, mikro pipet, lampu bunsen, jarum inokulasi (ose), jarum enten, cawan petri steril, vortex mixer, dan waterbath.

Bahan-bahan yang digunakan admedium Nutrient Broth (NB)alah, medium Nutient Agar (NA), medium Nutrient Broth denagn pH yang berbeda (pH 3, 5, 9), antibiotik Stiptomycin, kertas saring steril berbentuk bulatan dengan diameter 1 cm, betadin, ekstrak tumbuhan lidah buaya, aquadest steril, suspensi biakan Escherechia coli, Bacillus subtilis, Aspergillus Sp, dan Saccharomyces cerevisiae.

    1. Prosedur Kerja

Cara Kerja pada praktikum ini

  1. Faktor Fisik

  1. Pengaruh Suhu

  1. Menginokulasikan Biakan E. Colidengan jarum ose steril kedalam tabung-tabung medium glukose broth masing-masing sebanyak 1 ose. 

  2. Melakukan Hal yang sama dengan Jarum ose lainnya untuk biakan Bacillus subtilis.

  3. Menyiapkan tabung-tabung yang tidak diinokulasikan sebagai kontrol.

  4. Menginkubasikan satu seri tabung masing-masing pada suhu 5o dan 30° di dalam inkubator  24-48 jam.

  5. Mengamati perubahan  yang terjadi 

  1. Pengaruh pH

  1. Menginokulasikan biakan S. Cerevisiaedengan jarum osesteril kedalam tabung-tabung berisimedium nutrient broth yang pH-nya berbeda-beda (pH 3, 5, dan 9) masing-masing sebanyak 1 ose.

  2. Melakukan hal yang sama dengan jarum ose  untuk Aspergillus Sp.

  3. Menyiapkan tabung-tabung yang tidak diinokulasikan sebagai kontrol.

  4. Menginkubasikansatu seri tabung (duplo) pada suhu 30˚C selama 24-48 jam.

  5. Mengamatipertumbuhan yang terjadi.

  1. Faktor Kimia (Pengaruh Daya Desinfektan)

  1. Pengaruh Daya Desinfektan

  1. Mencairkan medium agar dalam penangas airdan mendinginkannya hingga mencapai suhu ± 45°C.

  2. Meneteskan 0,1 ml suspensi biakan bakteri (E.coli dan B. subtilis) masing-masing ke dalam cawan petri steril.

  3. Menuangkan medium Nutrient Agar (NA) secara aseptik ke dalam setiap cawan petri steril yang sudah ditambahkan dengan suspensi biakan, kemudian mengggoyangkan membentuk angka 8, diratakan dan dibiarkan hingga memadat.

  4. Membakar pinset di atas nyala api, kemudian meletakkan 4 buah kertas saring dengan pinset steril satu pe satu dengan jarak tertentu.

  5. Meletakkan kertas saring I diatas permukaan agar pada cawan petri steril dan diberi satu tetes aquadest steril. Kemudian meletakan kertas saring II dan diberi satu tetes betadin. 

  6. meletakan kertas saring III, diberi satu tetes ekstrak tumbuhan lidah buaya. Kemudian meletakan kertas saring IV dan diberi satu tetes antibiotik streptomycin.

  7. Menginkubasikan pada suhu kamar selama 24-48 jam.

  8. Mengamati pertumbuhan yang terjadi dan mengukur diameter zona bening yang dihasilkan.   






























BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil

No

Suhu

Jenis Mikrob

Perubahan Warna

Gambar

1.

55 0C

E. coli

Warna mulai keruh (+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\e5.jpg

B. subtilis

Warna mulai keruh (+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\b5.jpg

2. 

3300C

E. coli

Warna keruh (++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\e30.jpg

B. subtilis

Warna keruh (++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\b30.jpg

Hasil yang diperoleh dari praktikumyang telah dilaksanakan, yaitu 

sebagai berikut :

Tabel 1. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 24 Jam

Tabel 2. Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 24 Jam

No

Suhu

Jenis Mikrob

Perubahan Warna

Gambar

1.

3

Aspergillus sp. (1)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan, tumbuh fungi(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper3(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan, tumbuh fungi(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper3(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha3(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha3(2).jpg

2.

5

Aspergillus sp. (1)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan, tumbuh fungi(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper5(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan, tumbuh fungi (–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper5(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha5(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha5(2).jpg

3.

9

Aspergillus sp. (1)

Warna mulai keruh, tumbuh fungi(+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper9(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Warna mulai keruh, tumbuh fungi(+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\asper9(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha9(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak ada perubahan warna, terjadi endapan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\saccha9(2).jpg

Tabel 3. Pengaruh Desinfektan Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 24 Jam

No

Kuadran

Jenis Mikrob

Diameter Zona Bening (mm)

Gambar

1.

I (Aquadest steril)

E. coli (1)

_

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\e1.jpg

II (Betadin)

18 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

_

IV (antibiotik streptomycin)

17 mm

I (Aquadest steril)

E. coli (2)

_

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\e.2.jpg

II (Betadin)

20 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

_

IV (antibiotik streptomycin)

17 mm

22.

I (Aquadest steril)

B. subtilis (1)

_

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\b1.jpg

II (Betadin)

_

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

_

IV (antibiotik streptomycin)

16 mm

I (Aquadest steril)

B. subtilis (2)

_

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\b.2.jpg

II (Betadin)

23 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

_

IV (antibiotik streptomycin)

24 mm

Tabel 4. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 48 Jam

No

Suhu

Jenis Mikrob

Perubahan Warna

Gambar

11.

50C

E. coli

Tidak terjadi perubahan (+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48ecoli5.jpg

B. subtilis

Tidak terjadi perubahan (+)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48bacill5.jpg

22.

300C

E. coli

Warna menjadi keruh(++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48ecoli30.jpg

B. subtilis

Warna menjadi keruh(++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48bacil30.jpg

Tabel 5. Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 48 Jam

No

pH

Jenis Mikrob

Perubahan Warna

Gambar

1.

3

Aspergillus sp. (1)

Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper3(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper3(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak terjadi perubahan (–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha3(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak terjadi perubahan (–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha3(1).jpg

2















2.










2

2




55

Aspergillus sp. (1)

Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper5(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper5(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak terjadi perubahan (–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha5(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak terjadi perubahan (–)




D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha5(2).jpg















3.














99

Aspergillus sp. (1)

Warna menjadi keruh, fungi tidak tumbuh, spora jatuh kebawah(++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper9(1).jpg

Aspergillus sp. (2)

Warna menjadi keruh, fungi tidak tumbuh, spora jatuh kebawah(++)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48asper9(2).jpg

S. cerevisiae (1)

Tidak terjadi perubahan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha9(1).jpg

S. cerevisiae (2)

Tidak terjadi perubahan(–)

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\48saccha9(2).jpg

Tabel 6. Pengaruh Desinfektan Terhadap Pertumbuhan Mikroba Inkubasi 48 Jam

No

Kuadran

Jenis Mikrob

Diameter Zona Bening (mm)

Gambar

11.

I (Aquadest steril)

E. coli(1)

-

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\2.e.coli.jpg

II (Betadin)

17 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)


-

IV (antibiotik streptomycin)

18 mm

I (Aquadest steril)

E. coli (2)

-

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\e.coli 2.2.jpg

II (Betadin)

18 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

-

IV(antibiotik streptomycin)

17 mm

22.

I (Aquadest steril)

B. subtilis (1)

-

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\B.silus 2.2.jpg

II (Betadin)

11 mm

Ditumbuhi mikroba

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

-

IV (antibiotik streptomycin)

18 mm

I (Aquadest steril)

B. subtilis (2)

-

D:\My Documents\bahan kuliah\laporan mikro\foto praktikum\percobaan 5\Originals\B.silus 1.2.jpg

II (Betadin)

21 mm

III (Ekstrak tumbuhan lidah buaya)

-

IV (antibiotik streptomycin)

23 mm

Keterangan : 

=  Tidak berubah warna (bening)

+ =  Mulai keruh

++ =  Keruh

+++ =  Sangat keruh

  1. Pembahasan

Selain menyediakan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, juga perlu disediakan kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum. Bakteri tidak hanya amat bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai. Pertumbuhan mikroba  umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe  mikroba, diperlukan  suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang sesuai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada praktikum ini yaitu faktor biotik dan faktor abiotik pada faktor abiotik seperti suhu, faktor pH, faktor daya desinfektan, dan faktor biologi yaitu antibiose. Semua spesies yang hidup pada media tersebut sangat terpengaruh dengan faktor lingkungan. 

Pada pengaruh suhu karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu juga dapat proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel. Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini, maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikrofil, yang tumbuh pada 00 sampai 300C,  mesofil yang tumbuh pada 250C sampai 400C, termofil tumbuh pada 500C atau lebih. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat (12 sampai 24 jam), dikenal sebagai suhu pertumbuhan optimum. Pada bakteri E coli dan B.Subtilis warna juga mulai keruh bila dibandingkan dengan kontrol. Pada pengamatan suhu dilakukan selama 48 jam dan diperoleh hasil yaitu pada suhu 5 oC pada bakteri E. Coli dan B. Subtilis tidak terjadi perubahan, pada suhu 30  oC pada bakteri E coli dan B.Subtilis warna menjadi keruh.

PH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan asam, atau sangat basa. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum antara 4 dan 9. Bila bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pH-nya misalnya 7, maka mungkin sekali pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergeseran pH ini dapat sedemikian besar sehingga dapat menghambat pertumbuhan selanjutnya organisme tersebut. Pada pengamatan pH dilakukan waktu selama 24 jam dan diperoleh hasil yaitu pH 3 pada Fungi Aspergillus. Sp I dan II tidak berubah warna, terjadi endapan, dan tidak terdapat pertumbuhan, dan begitu pula pada bakteri Saccharomyces cerevisiaepada pH 3 tida berubah warna, terjadi endapan, tidak tumbuh bakteri dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada pH 5  fungi Aspergillus. SpI dan II tidak terjadi perubahan warna, terjadi endapan, dan tidak tumbuh fungi, sedangkan dengan bakteri Saccharomyces cerevisiae pH 5 tidak berubah warna dan terjadi endapan. Pada pH 9 fungi Aspergillus. Sp I dan II  terjadi perubahan warna yaitu warna mulai keruh, dan fungi tumbuh bila dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada bakteri Saccharomyces cerevisiae pH 9 tidak berubah warna hanya saja terjadi endapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungi Aspergillus. SpI dan II dapat tumbuh pada pH 9 dan bila pH digeser maka akan mengalami perubahan.

Pada pengamatan pH dilakukan waktu selama 48 jam dan diperoleh hasil yaitu pH 3 pada Fungi Aspergillus. Sp I dan II Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora (–), dan begitu pula pada bakteri Saccharomyces cerevisiaeI dan II pada pH 3 Tidak terjadi perubahan (–), sedangkan pada pH 5  fungi Aspergillus. SpI dan Tidak berubah warna, terjadi endapan, tumbuh fungi dan spora (–), sedangkan dengan bakteri Saccharomyces cerevisiae pH 5 Tidak terjadi perubahan (–). Pada pH 9 fungi Aspergillus. Sp I dan II Warna menjadi keruh, fungi tidak tumbuh, spora jatuh kebawah (++), sedangkan pada bakteri Saccharomyces cerevisiae pH 9 Tidak terjadi perubahan (–). Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungi Aspergillus. SpI dan II dapat tumbuh pada pH 9 dan bila pH berubah maka akan mengalami perubahan.

Pada pengaruh kimia atau desinfektan terhadap pertumbuhan mikroba inkubasi 24 jam pada bakteri E. Coli I dan II  terdapat zona bening pada betadine secara berturut-turut adalah 18 mm dan 17 mm, untuk ekstrak tumbuhan lidah buaya pada E. Coli I dan II tidak ada zona bening yang terbentuk dan untuk E. Coli I dan II pada antibiotik steptomycin zona bening yang terbentuk secara berturut-turut 17 mm dan 17 mm, dan pada kontrol pada bakteri E. Coli I dan II tidak terjadi perubahan. Sedangkan pada bakteri Bacillus subtilis I dan II  terdapat zona bening pada betadinesecara berturut-turut adalah 0 mm dan 23 mm, untuk ekstrak tumbuhan lidah buaya pada Bacillus subtilis I dan II tidak ada zona bening yang terbentuk dan untuk Bacillus subtilis I dan II pada antibiotik steptomycin zona bening yang terbentuk secara berturut-turut 16 mm dan 24 mm, sedangkan pada kontrol pada bakteri Bacillus subtilis I dan II tidak terjadi perubahan. Pada pengukuran faktor kimia digunakan streptomisin karena dapat membuat zona bening pada media yang merupakan kontrol positif dan kontrolo negatif digunakan aquadest. Dan ada pengaruh kimia atau desinfektan terhadap pertumbuhan mikroba inkubasi 48 jam pada bakteri E. Coli I dan II  terdapat zona bening pada betadinesecara berturut-turut adalah 18 mm dan 17 mm, untuk ekstrak tumbuhan lidah buaya pada E. ColiI dan II tidak ada zona bening yang terbentuk dan untuk E. Coli I dan II pada antibiotik steptomycin zona bening yang terbentuk secara berturut-turut 18 mm dan 17 mm, dan pada kontrol pada bakteri E. Coli I dan II tidak terjadi perubahan. Sedangkan pada bakteri Bacillus subtilis I dan II  terdapat zona bening pada betadinesecara berturut-turut adalah 11 mm dan 21 mm, untuk ekstrak tumbuhan lidah buaya pada Bacillus subtilis I dan II tidak ada zona bening yang terbentuk dan untuk Bacillus subtilis I dan II pada antibiotik steptomycin zona bening yang terbentuk secara berturut-turut 18 mm dan 23 mm, sedangkan pada kontrol pada bakteri Bacillus subtilis I dan II tidak terjadi perubahan. Pada pengukuran faktor kimia digunakan streptomisin karena dapat membuat zona bening pada media yang merupakan kontrol positif dan kontrolo negatif digunakan aquadest. 

Desinfektan merupakan suatu bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme, terutama mikroba atau bakteri yang patogen atau membahayakan yang terdapat pada benda mati seperti alat-alat injeksi dan operasi, lantai dan air minum. Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. Sedangkan pada Resistensi Antibiotika sendiri adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga dapat mengurangi efektivitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya dimaksudkan untuk menyembuhkah atau mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakteri tersebut tetap dapat bertahan hidup dan bereproduksi sehingga makin membahayakan.

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 

  1. Bakteri E. coli dan B. Subtilis merupakan bakteri termofil karena mereka kemungkinan tumbuhnya pada suhu 50oC. Pada pengamatan suhu dilakukan selama 48 jam dan diperoleh hasil yaitu pada suhu 5 oC pada bakteri E. Coli dan B. Subtilis tidak terjadi perubahan, pada suhu 30oC pada bakteri E. coli dan B. Subtilis warna menjadi keruh.

  2. Fungi Aspergillus. SpI dan II dapat tumbuh pada pH 9 dan bila pH digeser maka akan mengalami perubahan.

  3. Pengaruh kimia atau desinfektan pada bakteri  E. Coli I dan II  terdapat zona bening pada betadine secara berturut-turut adalah 18 mm dan 17 mm, untuk ekstrak tumbuhan lidah buaya pada E. Coli I dan II tidak ada zona bening yang terbentuk dan untuk E. Coli I dan II pada antibiotik steptomycin zona bening yang terbentuk secara berturut-turut 18 mm dan 17 mm, dan pada kontrol  pada bakteri E. Coli I dan II tidak terjadi perubahan. 

    1. Saran

Diharapkan pada praktikum selanjutnya praktikan dapat lebih serius dalam  mengikuti praktikum mengenai efek faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba. Hal ini dikarenakan, agar semua praktikan paham mengenai cara perhitungan sel secara turbidimetrik.




DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Lim, D. 1998. Microbiology. WCB McGraw-Hill, Missouri.


Murray, R. K. 1999. Biokimia Harper Edisi 24. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 


Schelegel, H. G. 1996. General Microbiology. Cambridge University Press, Australia. 


Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.


Hcndrawatil,T. Y, Eriyatno, Machfud, Koesnandar, Sailah dan Titi Candra Sunartf. 2006. Rancang Bangun Industri Tepung Lidah Buaya (Aloe vera) Terpadu. J Tek Ind Pert. Vol. 17(/),12-22.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar